Today's Mots

Aaahhh... motz... the eyes of the day, the light and shadows of the night
as above so below

Etimologi Arah Mata Angin

17 March 2016 Leave a comment

Sejak dahulu sampai sekarang, manusia menggunakan mata angin untuk menentukan arah.  Pedoman sederhana untuk menentukan arah adalah dengan melihat kedudukan dan pergerakan benda-benda langit seperti matahari dan gugusan bintang yang dilihat dari permukaan bumi.  Perputaran bumi pada porosnya (kutub utara dan kutub selatan) menjadi dasar bagi manusia untuk melihat matahari dan benda langit lainnya terbit dari timur dan tenggelam di barat.  Perputaran bumi tersebut mengakibatkan adanya medan magnet (magnetic field) sehingga jarum magnetik dari kompas selalu menghadap ke utara dan selatan.

Pertanyaannya adalah: (1) mengapa posisi terbitnya matahari itu disebut ‘Timur’; (2) mengapa posisi terbenamnya matahari disebut ‘Barat’; dan (3) mengapa arah ‘Utara’ ditempatkan di atas dan arah ‘Selatan’ di bawah pada peta atau pada alat navigasi.  Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan etimologi bahasa atau dengan letak geografis dan pengaruh budaya setempat.

Dalam bahasa Indonesia, arah empat mata angin (four cardinal points of the compass atau cardinal directions) disebut utara, timur, selatan, dan barat.  Arah utara disepakati sebagai patokan awal penentuan arah.  Posisi berdiri seseorang adalah menghadap utara bila tangan kanan direntangkan menuju tempat matahari terbit dan tangan kiri direntangkan ke depan (membentuk sudut 45 derajat atau sudut 180 derajat bila menghadap timur tempat matahari terbit dengan kedua tangan direntangkan ke pinggir).  Di sini, arah utara ditunjukkan dengan tangan kiri dan selatan dengan tangan kanan.

Kata ‘utara’ ini diadopsi dari bahasa Hindi ‘uttara’ (yang berarti berasal dari daerah utara wilayah India) yang berkaitan dengan bahasa Sansekerta narakah (neraka atau tangan kiri), yang dahulunya berasal dari bahasa Proto Indo-Eropa *ner– yang berarti “kiri” atau “bawah” (kiri dikaitkan dengan bawah, sedangkan kanan dikaitkan dengan atas, right? Right!  Jadi, di sini, *ner– berkembang menjadi *nurtha– yang dalam bahasa Indo-Jerman menjadi norð, norðr, nort, noord, nord dan north.  Sekali lagi, utara dalam bahasa Indonesia berkaitan dengan kata pinjaman karena sebelumnya arah utara ini disebut dengan laut (bahasa Melayu) atau lot atau lor, lér, dan kalér (bahasa Jawa dan Sunda).  Sufiks ‘ka’ di sini menunjukkan arah ‘ke’.  Penduduk di pulau Jawa seringkali mengacu arah utara dengan laut, karena mereka sering berlayar ke pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi yang secara geografis arahnya berada di utara pulau Jawa.

Selanjutnya, ‘selatan’ berkaitan dengan letak geografis orang Melayu, terutama yang berada di Malaysia yang seringkali mengacu ke Selat Malaka oleh orang-orang Semenajung Malaya (Malay Peninsula).  Karena di daerah selatan Semenanjung Malaya, terdapat banyak pulau dan selat, maka daerah selatan dari posisi itu disebut ‘Selatan’, terkait dengan posisi pulau Sumatera dan Kalimantan.  Berbeda dengan budaya Jawa, arah selatan disebut ‘kidul’.  Kidul di sini diperkirakan mengacu pada penguasa laut selatan pulau Jawa bernama Ratu Kidul.  Laut di sebelah selatan pulau Jawa ini merupakan samudera luas yang, menurut kepercayaan tertentu, dikuasai oleh Ratu Kidul.

Dalam bahasa Sansekerta, selatan disebut ‘dakshin’ atau ‘daksina’ yang berarti ‘sebelah kanan’.  Arah ini terkait dengan posisi seseorang menghadap ke timur (yang dalam bahasa Sansekerta disebut ‘purva’ atau ‘purwa’ yang berarti ‘awal’ matahari terbit).  Bila digabungkan, istilah tersebut menjadi ‘purwadaksina’ (dari posisi awal, berputar ke kanan).  Berkaitan dengan bahasa Jawa, timur disebut ‘wetan’ yang bermakna ‘wiwitan’ (awal terbitnya matahari), dan barat disebut ‘kulon’ (tempat terbenam atau matinya matahari).

Pada intinya, arah timur-barat senantiasa dikaitkan dengan terbit dan terbenamnya matahari.  Secara sederhana arah timur disebut ‘timur’ karena berdasarkan sejarahnya di sebelah timur pulau Jawa pada abad ke-14 ada kerajaan yang bernama Timur atau Timor di gugusan kepulauan Timor (Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur atau Timor Leste).  Lalu, mengapa tempat terbenamnya matahari disebut barat?  Jawabannya sederhana: karena di sebelah barat nusantara ini terdapat kerajaan Bharat (India) atau Bhārat Gaṇarājya.

Categories: Language Tags: ,

Tata Bahasa: Sintaksis, Morfologi, Semantis, dan Fonologi

19 January 2016 Leave a comment

Bahasa memiliki seperangkat aturan atau sistem yang dikenal para penuturnya.  Sistem inilah yang menentukan struktur apa yang dituturkan atau ditulisnya.  Struktur ini disebut grammar atau tata bahasa.  Tata bahasa menurut Paul Robert (1964: 1) adalah ‘the description of the sentences of a language’.  Dia menekankan bahwa langkah pertama dalam mempelajari tata bahasa ini adalah menelaah kalimat, baik dalam tuturan maupun tulisan.

Secara garis besar tata bahasa dapat dibagi menjadi tiga bagian.  Pertama adalah komponen sintaksis dan morfologi yang menelaah kalimat dari hubungan unsur-unsur pembentuknya.  Yang kedua adalah komponen semantis yang menelaah penafsiran makna unsur-unsur perubahan komponen sintaksis di atas.  Adapun yang terakhir adalah komponen fonologi yang menelaah bunyi yang mewakilinya.

Pada dasarnya kalimat dalam bahasa Inggris dibedakan menjadi dua macam, yaitu kalimat inti (kernel sentences) dan transformasi (transforms).  Kalimat inti adalah kalimat yang paling mendasar dan esensial, sedangkan transformasi merupakan struktur lain yang diturunkan dari kalimat inti untuk menghasilkan lebih banyak variasi kalimat.

Kalimat inti terdiri atas satu subyek dan satu predikat.  Dengan kata lain, para pendukung tata bahasa transformasi mengemukakan kalimat inti itu terdiri atas frasa nomina (FN) dan frasa verba (FV), yang dirumuskan dengan K → FN + FV.

Suatu kalimat inti dapat ditransformasikan ke dalam bentuk variasi kalimat, misalnya:

(1) Dillinger had sued Tom
(2) i    Had Dillinger sued Tom?
    ii   Dillinger had not sued Tom
    iii  Tom had been sued by Dillinger
    iv   It was Dillinger who had sued Tom
(3)  Was it not Dillinger who had sued Tom?

(Huddleston, 1984: 11)

Pada kalimat di atas dapat dilihat bahwa (2) dan (1) dibandingkan dalam hal perbedaan variasi: (i) merupakan variabel interogatif sedangkan (1) deklaratif; (ii) adalah variasi negatif sedangkan (1) positif; (iii) adalah variabel pasif sedangkan (1) aktif; (iv) merupakan variasi konstruksi it-cleft sedangkan (1) bukan; dan (3) adalah perbandingan dengan (1) dalam gabungan semua variasi.

Dari contoh di atas, (1) diklasifikasikan sebagai kalimat inti, sedangkan (2) dan (3) sebagai transformasi.  Kalimat (2ii) merupakan transformasi negatif (T-neg) dari (1) dengan penambahan not setelah verba bantu (auxiliary verb) has.  Namun, perubahan kalimat negatif tidaklah terbatas pada kelas verba saja, melainkan juga pada kelas-kelas sintaksis lainnya, seperti frasa nomina atau frasa adjektiva atau kelas kata lainnya.

Pada umumnya kalimat negatif dibentuk dengan memodifikasi frasa atau kelas verba.  Kenyataannya, negasi tia hanya digunakan dalam modifikasi frasa verba saja, melainkan dalam modifikasi frasa nomina, adjektiva, dan kelas kata lainnya.  Dalam menelaah negasi, harus dibedakan antara klausa koordinasi maupun subordinasi, juga hubungan antara keduanya, karena hal tersebut menentukan proses perubahan kalimat negatif.

Categories: Language Tags:

Kemampuan Manajerial

25 December 2014 Leave a comment
Contributor: Amos

Di sini, kemampuan manajerial mencakup tujuh aspek, yaitu (1) Kepemimpinan, (2) Pemecahan masalah, (3) Komunikasi, (4) Keterampilan Manajerial, (5) Pengalaman, (6) Kewiraswastaan, dan (7) Motivasi.

Kepemimpinan

Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan kekuasaan pemimpin dalam memperoleh alat untuk mempengaruhi para pengikutnya.  Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, referensi, informasi dan hubungan (Veithzal Rivai, 2003:4‑5).

Kepemimpinan bukan saja bertanggung jawab agar orang-orang bekerja namun juga mengendalikan kebanyakan alat pemuas kebutuhan manusia dalam organisasi Read more…

Categories: Management Tags: ,

Konsep Efektivitas dan Kinerja: Tolok Ukur Efektivitas dan Kinerja

25 December 2014 Leave a comment
Contributor: Mastur

Tolok Ukur Efektivitas dan Kinerja

Konsep Efektivitas

Setiap organisasi mempunyai tujuan baik tujuan umum maupun khusus, jangka pendek maupun jangka panjang, yang akan direalisasikan dengan menggunakan berbagai sumberdaya atau faktor produksi yang ada.  Pengelola tidak akan dapat mencapai tujuan secara optimal bilamana penggunaan sumberdaya atau faktor produksi dilakukan tidak dengan proses yang benar.  Manajemen memegang peranan sangat penting, sebab manajemen merupakan “proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian upaya organisasi dan proses penggunaan semua sumberdaya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan” (Stoner, 1994: 10).  Efektivitas berbicara tentang visi dan arah, berhubungan dengan memfokuskan energi organisasi pada arah tertentu (Veitzhal Rivai, 2003: 147).  Efektivitas organisasi merupakan suatu indeks mengenai hasil yang dicapai terhadap tujuan organisasi (Mulyono, 1990: 54).

Suatu proses adalah cara sistematis untuk melakukan pekerjaan.  Manajemen didefinisikan sebagai proses karena semua manajer, tanpa memperdulikan kecakapan atau keterampilan khusus, mereka harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka inginkan (Hani Handoko, 1997: 8).
Read more…

Categories: Management Tags: ,

Jumlah Siswa SMP Negeri Kota Bandung Berdasarkan Hasil UN (NEM) 2013

7 June 2013 8 comments

Lebih dari sekitar 15.500 siswa dari berbagai SMP Negeri di Kota Bandung yang ingin melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri di Kota Bandung akan memperebutkan sekitar 7.000 kursi SMA Negeri di Kota Bandung.  Jadi, 8.500 lebih lulusan SMP Negeri Kota Bandung tidak akan terserap ke SMA Negeri di Kota Bandung, kecuali kalau mereka melanjutkan ke luar Kota Bandung, tentunya.  Sebagian yang memiliki cita-cita tertentu sudah mempersiapkan diri mereka untuk masuk ke SMA Swasta favorit, sebagian ada yang mau masuk SMK atau MA, baik negeri maupun swasta.

Setelah berkonsultasi dengan “Eyang Otong” (saya harus menyediakan kopi pait, kopi manis, dan susu coklat), dia bilang bahwa persaingan masuk ke SMA Negeri favorit sama saja dengan tahun-tahun kemarin: masih ketat.  So, jadi bagi mereka yang “keukeuh” ingin melanjutkan ke SMA Negeri di Kota Bandung harus mempertimbangkan berbagai hal.  Setelah ngobrol ngalor ngidul sama si Eyang, akhirnya Pengersa Eyang Otong mengambil pulpen, menarik selembar kertas dari buku tulis, menarik nafas dulu sebentar, melirik sebentar ke laptopnya (saya tidak boleh copy datanya), akhirnya menuliskan tabel seperti di bawah ini. (**Kalau ada salah angka, ini karena tulisan si Eyang Otong yang butut alias goreng sopak, soalnya saya langsung disuruh pulang setelah mendapatkan secarik kertas tersebut).

Jumlah Siswa SMP Negeri Kota Bandung Berdasarkan Hasil UN (NEM) 2013

NEM

Jumlah Siswa SMP Negeri

>38

291

37 – 38

409

36 – 37

429

35 – 36

470

34 – 35

511

33 – 34

613

32 – 33

685

31 – 32

797

30 – 31

1.436

29 – 30

1.128

28 – 29

2.917

27 – 28

3.063

26 – 27

985

25 – 26

952

<25

864

Sumber: EO

 Jadi apa kesimpulannya, ya?  Kata Eyang Otong, yang NEM-nya di bawah 30, jangan putus asa, tetap berusaha dan banyak berdoa, banyak istigfar, dan banyak ngasih duit ke Eyang… euh, naha kitu, Yang?

Baca juga:

Prediksi Passing Grade SMA dan MA Negeri 2013-2014 di Kota Bandung


Good Morning and Good Night…

6 June 2013 Leave a comment

Leadership is a choice, not a position – Stephen R. Covey

Leadership is the capacity to translate vision into reality – Warren Bennis

Leadership is communicating to people their worth and potential so clearly that they come to see it in themselves – Stephen R. Covey

Click to read more

Prediksi Passing Grade SMA dan MA Negeri 2013/2014 di Kota Bandung

3 June 2013 41 comments

Nilai rata-rata Ujian Nasional 2013 murni tingkat SMA tahun ini turun secara signifikan sebanyak 1,22 poin dibandingkan tahun sebelumnya, dari 7,57 menjadi 6,35. Persentase kelulusan juga turun dari 99,50 persen menjadi 99,48 persen. Passing grade di 27 SMA dan 2 MA Negeri di Kota Bandung tahun 2013/2014 juga diprediksi menurun. Berikut hasil perhitungan sementara “Eyang Otong” mengenai passing grade SMA dan MA Negeri di Kota Bandung, sebagai acuan untuk masuk ke SMAN dan MAN di Kota Bandung.

baca juga: https://jodenmot.wordpress.com/2013/06/07/jumlah-siswa-smp-negeri-kota-bandung-berdasarkan-hasil-un-nem-2013/

No Nama Sekolah Cluster PG 2010 PG 2011 PG 2012 PG 2013 (a) PG 2013 (b)
1 SMA Negeri 1 Bandung 2 35.30 37.05 37.35 36.57 33.85
2 SMA Negeri 2 Bandung 1 36.35 37.65 37.90 37.30 34.58
3 SMA Negeri 3 Bandung 1 37.45 38.50 39.10 38.35 35.63
4 SMA Negeri 4 Bandung 1 35.90 37.05 37.25 36.73 34.01
5 SMA Negeri 5 Bandung 1 36.95 38.20 38.90 38.02 35.30
6 SMA Negeri 6 Bandung 2 34.60 36.30 36.55 35.82 33.10
7 SMA Negeri 7 Bandung 2 34.40 36.10 36.60 35.70 32.98
8 SMA Negeri 8 Bandung 1 36.65 38.05 38.20 37.63 34.91
9 SMA Negeri 9 Bandung 2 35.00 36.30 36.85 36.05 33.33
10 SMA Negeri 10 Bandung 3 33.80 36.35 36.90 35.68 32.96
11 SMA Negeri 11 Bandung 3 35.25 36.75 37.15 36.38 33.66
12 SMA Negeri 12 Bandung 3 34.15 36.65 36.85 35.88 33.16
13 SMA Negeri 13 Bandung 3 33.75 35.35 36.05 35.05 32.33
14 SMA Negeri 14 Bandung 3 34.15 36.55 37.00 35.90 33.18
15 SMA Negeri 15 Bandung 3 33.55 35.20 36.15 34.97 32.25
16 SMA Negeri 16 Bandung 3 32.90 34.45 35.70 34.35 31.63
17 SMA Negeri 17 Bandung 3 33.60 34.60 35.60 34.60 31.88
18 SMA Negeri 18 Bandung 3 33.15 33.85 34.90 33.97 31.25
19 SMA Negeri 19 Bandung 3 33.15 34.95 36.00 34.70 31.98
20 SMA Negeri 20 Bandung 3 35.55 37.50 37.50 36.85 34.13
21 SMA Negeri 21 Bandung 3 32.85 34.35 35.25 34.15 31.43
22 SMA Negeri 22 Bandung 2 35.10 36.95 37.00 36.35 33.63
23 SMA Negeri 23 Bandung 3 33.50 35.95 36.70 35.38 32.66
24 SMA Negeri 24 Bandung 1 34.60 36.95 37.65 36.40 33.68
25 SMA Negeri 25 Bandung 3 33.60 35.40 36.00 35.00 32.28
26 SMA Negeri 26 Bandung 3 31.55 34.35 35.20 33.70 30.98
27 SMA Negeri 27 Bandung 3 31.25 33.20 34.40 32.95 30.23
28 MA Negeri 1 Bandung 2 31.35 31.55 33.25 32.05 29.33
29 MA Negeri 2 Bandung 3 29.35 30.20 32.30 30.62 27.90

Keterangan:

2013 (a) = prediksi optimis (Nilai UN tidak terlalu turun secara signifikan)

2013 (b) = prediksi pesimis (Nilai UN turun secara signifikan)

[:jms:]

Pentingnya Strategi dalam Manajemen Strategis

20 March 2013 Leave a comment

Rothaermel (2013) Management Strategic: Concepts and Cases

Apa Itu Strategi dan Mengapa Strategi Itu Penting?

Manajemen strategis, topik dari buku ini, merupakan suatu bidang manajemen terpadu yang mengkombinasikan analisis, perumusan, dan implementasi (yaitu analysis, formulation, and implementation atau disingkat AFI) dalam mencapai keunggulan kompetitif.  Kerangka strategi AFI yang tampak pada halaman 1 ini menunjukkan pandangan mengenai manajemen strategis.  Bab 1 ini merupakan dasar untuk kajian manajemen strategis dengan memperkenalkan beberapa gagasan utama mengenai strategi dan keunggulan kompetitif (competitive advantages), dan dengan melihat pada komponen-komponen dari kerangka AFI.

AFI Rothaermel 2013

AFI Rothaermel 2013

Keinginan untuk selalu lebih baik dibandingkan pesaing kita terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita.  Universitas bersaing dalam mendapatkan mahasiswa dan dosen yang unggul.  Perusahaan yang baru berdiri bersaing dalam hal keuangan dan modal manusia.  Perusahaan yang sudah lama berdiri bersaing untuk pertumbuhan di masa depan, dan pegawai bersaing untuk kenaikan gaji dan kenaikan pangkat.  Dosen di universitas bersaing untuk hibah penelitian dan mahasiswa S1 dan S2 bersaing mendapatkan pekerjaan dan calon mahasiswa S3 bersaing untuk masuk program doktor dan mendapatkan beasiswa.

Pada setiap situasi kompetitif, pemenang adalah mereka yang memiliki strategi yang lebih baik.  Secara umum, strategi merupakan serangkaian tindakan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.  Pada intinya, strategi diperlukan dalam mencapai kinerja yang unggul.

Read more…

Berpikir Seperti Analis Kebijakan

20 March 2013 Leave a comment

THINKING LIKE A POLICY ANALYST

POLICY ANALYSIS AS A CLINICAL PROFESSION

IRIS GEVA-MAY (ed.) (2005)

New York: Palgrave MacMilllan


COLLECTIE TROPENMUSEUM De Amsterdamse Poort te...

COLLECTIE TROPENMUSEUM De Amsterdamse Poort te Batavia TMnr 60048926 (Photo credit: Wikipedia)

Pertimbangan Klinis di Tempat Kerja

Menjadi seorang profesor memberi kita peluang untuk belajar dari mahasiswa yang muda, cerdas, dan berkeinginan kuat.  Sharona, asisten penelitian di awal 1990an, adalah seorang mahasiswa ilmu hukum; Ina mengambil kedokteran; Moran antusias mengenai psikologi klinis.  Diskusi dengan mereka dan yang lainnya mengenai kuliah-kuliah mereka—kajian klinis diagnostik—dan praktik telah memicu di kepala saya perbandingan antara disiplin-disiplin ilmu tersebut dengan analisis kebijakan.

Ketika saya bertanya kepada para mahasiswa S3 saya di Simon Fraser University untuk memberikan umpan balik terhadap An Operational Approach to Policy Analysis untuk edisi kedua, Bill mahasiswa saya bertanya, agak bingung, “Mengapa Anda tidak memasukkan metafora di dalam buku ini? Anda mengajar menggunakan metafora”. “Yang mana?” saya bertanya. “Mengenai proses yang terjadi antara dokter dan pasien—metafora yang digunakan untuk perbandingan pada seluruh kuliah Anda”.  Tentu saja, salah satu metafora yang saya gunakan dalam kelas analisis kebijakan adalah metafora antara dokter-pasien dan proses diagnosis klinis seorang dokter.  Perbandingan ini secara langsung berkaitan dengan tahap-tahap analisis kebijakan, dimulai dengan perbadaan antara “gejala-gejala” suatu kebijakan dan pembatasan masalah.  Saya sering membandingkan ini dengan pasien yang memilliki gejala (batuk, demam, sesak dada) yang bukan merupakan “masalah” yang perlu didiagnosis.  Diagnos dokter dimulai dengan suatu hipotesis (berdasarkan pengalaman atau intuisi) dari gejala yang mungkin terjadi (flu, virus, radang paru-paru atau lebih buruk lagi), yang dapat mengarah pada pengujian (sinar-X, tes darah).  Kemudian dokter menggunakan bukti-bukti yang didapatkan dari judgment terbaik untuk memberikan diagnosis kerja yang mengarah pada perawatan yang layak.

Dalam analisis kebijakan, kita sadari bahwa kita selalu menggunakan proses penalaran klinis, dan metodologi kita didasarkan pada proses kognitif klinis yang sama seperti yang ada, misalnya, pada kedokteran, psikologi, hukum, ekonomi dan manajemen.

Apa yang dibawa oleh pendekatan klinis ini?  Dalam cara apa pendekatan klinis tersebut berdampak terhadap pengajaran?  Saya dan rekan penulis lainnya berharap dapat menjawab beberapa pertanyaan tersebut dan memulai suatu pertukaran secara terus-menerus mengenai topik ini dalam analisis kebijakan.  Pertukaran tersebut telah terjadi dalam disiplin ilmu klinis lainnya.

Read more…

Pendidikan Sistem Ganda di SMK

7 March 2013 Leave a comment

mandalalights350Pengertian Pendidikan Sistem Ganda

Pendidikan sistem ganda sebagai alternatif pola pembelajaran di SMK ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Nomor 323/U/1997, yaitu:

“Pendidikan sistem ganda selanjutnya disebut PSG adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah menengah kejuruan dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung pada pekerjaan sesungguhnya di institusi pasangan, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu (pasal 1; ayat 1)”.

PSG merupakan suatu kombinasi antara penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (SMK) dengan penyelenggaraan praktek kerja industri (prakerin) di institusi kerja pasangan (perusahaan; jasa, dagang, industri), secara sinkron dan sistematis, bertujuan menghantarkan peserta didik pada penguasaan kemampuan kerja tertentu, sehingga menjadi lulusan yang berkemampuan relevan seperti yang diharapkan.

PSG yang dikenal dengan istilah dual system atau dual education system  dapat dijelaskan sebagai berikut: “A dual education system is practiced in several countries, notably Germany, Austria and Switzerland, but also Denmark, the Netherlands and France, and for some years now in China and other countries in Asia: It combines apprenticeships in a company and vocational education at a vocational school in one course” (from Wikipedia, the free encyclopedia; 2011). Pendidikan sistem ganda yang dilaksanakan pada beberapa negara, seperti; Jerman, Austria and Swiss, juga Denmark, Belanda dan Francis, dan beberapa tahun terakhir di China dan di beberapa Negara Asia, merupakan kombinasi antara praktek kerja di perusahaan dan pelaksaan pembelajaran di sekolah kejuruan yang terintegrasikan dalam satu kegiatan.

Read more…